SELAMAT MENGUNJUNGI BLOG SAYA

Senin, 24 Juni 2013

Tugas_MAKALAH ASURANSI



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan perlindungan pada tertanggung apabila terjadi risiko di masa mendatang. Apabila risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko. Secara rasional, para pelaku bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia.
Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan program asuransi baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Seiring dengan perkembangan berbagai program syariah yang telah diusung oleh lembaga keuangan lain, banyak perusahaan asuransi yang saat ini juga  menawarkan program asuransi syariah.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari asuransi?
2.      Apa saja tujuan asuransi?
3.      Apa saja manfaat asuransi?
4.      Apa saja sifat asuransi?
5.      Apa yang dimaksud dengan risiko dan ketidakpastian?
6.      Apa saja prinsip dalam asuransi?
7.      Apa yang dimaksud dengan polis dan premi asuransi?
8.      Bagaimana penggolongan asuransi?
9.      Bagaimana pengaturan perasuransian di Indonesia?
10.  Bagaimana mengurus perizinan pendirian perusahaan asuransi?
11.  Apa yang dimaksud dengan asuransi kredit?
12.  Apa pengertian dari asuransi syariah?
13.  Apa keuntungan/ kelebihan dalam mengikuti asuransi syariah?
14.  Apa perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah?

C.  Tujuan
Makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat :
1.      Mengetahui pengertian tujuan, dan manfaat asuransi.
2.      Mengetahui tentang risiko dan ketidakpastian.
3.      Mengetahui prinsip-prinsip asuransi.
4.      Mengetahui tentang polis dan premi asuransi.
5.      Mengetahui pengaturan perasuransian di Indonesia.
6.      Mengetahui cara mengurus perizinan pendirian perusahaan asuransi.
7.      Mengetahui tentang asuransi kredit.
8.      Mengetahui tentang asuransi syariah beserta keuntungan/ kelebihannya.
9.      Mengetahui perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah.

D.  Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada para pembaca berupa :
1.      Pengetahuan mengenai seluk beluk asuransi.
2.      Pemahaman mengenai asuransi syariah.

 
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Asuransi
Asuransi atau dalam bahasa Belanda “Verzekering” yang berarti pertanggungan. Dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek Van Koophandle, bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatru perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri dengan seseorang tertanggung dengan menerima uang premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan didenda karena suatu peristiwa tak tentu. Ketentuan ini  berlaku bagi semua macam pertanggungan, baik yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) maupun yang ada di luar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Berikut adalah beberapa definisi asuransi menurut beberapa sumber :
1.      Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 246
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana sesorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tak tentu.
Terdapat 3 (tiga) unsur mutlak yang perlu diperhatikan dalam Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, yaitu : 
1. Adanya Kepentingan 
Kepentingan adalah obyek pertanggungan dan merupakan hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena terjadinya suatu peristiwa tak tentu atau pasti. Unsur kepentingan adalah unsur yang mutlak harus ada pada tiap-tiap pertanggungan, baik pada saat ditutupnya pertanggungan maupun pada saat terjadinya avemen.    
2. Adanya Peristiwa Tak Tentu 
Unsur peristiwa tak tentu dalam pertanggungan jiwa, yaitu kematian adalah suatu peristiwa yang pasti akan terjadi, dimana yang tidak tertentu adalah “kapan” kematian itu akan menjadi kenyataan. Peristiwa tak tentu dalam pertanggungan jiwa baru ada apabila si penanggung mengikatkan diri untuk membayar, kalau kematian datang lebih pendek daripada jangka waktu dan kemungkinan berlangsungnya hidup orang yang bersangkutan. Lain halnya dengan pertanggungan kerugian sebab disana peristiwa itu adalah suatu kejadian yang menurut pengalaman manusia tidak dapat diharapkan akan terjadi. (Prof Emmy Pangaribuan Simanjuntak., SH.,  Hukum Pertanggungan, Penerbit Liberti)
3.Adanya Kerugian - Pengertian Asuransi
Penggantian kerugian diberikan penanggung sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai suatu ganti rugi, oleh karena orang yang menerima ganti rugi tidak menerima ganti rugi yang sungguh-sungguh sesuai dengan kerugian yang dideritanya. Ganti rugi yang diterimanya sebenarnya adalah hasil penentuan sejumlah uang tertentu yang telah disepakati pihak-pihak. (Ibid, Halaman 9) 
Jadi pemberian uang oleh penanggung bukanlah murni merupakan suatu penggantian kerugian, oleh karena jiwa manusia tidak mungkin dinilai dengan uang. Rumusan definisi pertanggungan dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) berlaku bagi segala macam pertanggungan, dengan demikian berlaku bagi pertanggungan kerugian maupun bagi pertanggungan sejumlah uang atau pertanggungan jiwa.

2.      Menurut Undang-undang No. 2 Th. 1992 tentang Usaha Perasuransian
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

3.      Menurut Paham Ekonomi
Asuransi merupakan suatu lembaga keuangan karena melalui asuransi dapat dihimpun dana besar, yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan, disamping bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis asuransi, serta asuransi bertujuan memberikan perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan (financial loss), yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya (fortuitious event).

B.       Tujuan Asuransi
Tujuan dari Asuransi atau Pertanggungan adalah sebagai berikut: (R adiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, Jakarta : Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen, 1995, halaman 56) 
1.      Tujuan Ganti Rugi 
Ganti rugi yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung apabila tertanggung menderita kerugian yang dijamin oleh polis, yang bertujuan untuk mengembalikan tertangung dari kebangkrutan sehingga ia masih mampu berdiri seperti sebelum menderita kerugian. 
Jadi tertanggung hanya oleh boleh memperoleh ganti rugi  sebesar kerugian yang dideritanya, artinya tertanggung tidak boleh mencari keuntungan (speklasi) dari asuransi. Bagitu juga dengan penanggung, ia tidak boleh mencari keuntungan atas interst yang ditanggungnya, kecuali memperoleh baals jasa atau premi. 

2.      Tujuan tertanggung 
Adalah sebagai berikut : 
          Untuk memperoleh rasa tentram dan aman dari resiko yang dihadapinya atas kegiatan usahanya atas harta miliknya.
          Untuk mendorong keberanianya mengikatkan usaha yang lebih besar dengan resiko yang lebih besar pula, karena risiko yang benar itu idiambil oleh penanggung. 
          Tujuan Penanggung 
Tujuan penanggung dibagi 2 (dua), yaitu : 
·         Tujuan Umum, yaitu : memperoleh keuntungan selain menyediakan lapangan kerja, apabila penanggung membutihkan tenaga pembantu.
·         Tujuan Khusus, adalah : 
o    Meringankan resiko yang yang dihadapi oleh para nasabah atau para tertanggung dengan mangambil alhi risiko yang dihadapi. 
o    Menciptakan rasa tentram dan aman dikalangan nasabahnya, sehingga lebih berani mengikatkan usaha yang lebih besar. 
o    Mengumpulkan dana melalui premi yang terkumpul sedikit demi sedikit dari para nasabahnya sehingga terhimpun dana besar yang dapat digunakan untuk membiayai pembagian Bangsa dan Negara.
C.      Manfaat Asuransi
Pada dasarnya asuransi memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara  lain:
1.    Rasa aman dan perlindungan
Polis asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman dari risiko atau kerugian yang mungkin timbul. Kalau risiko atau kerugian tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung (insured) berhak atas nilai kerugian sebesar nilai polis atau ditentukan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan penanggung.
2.    Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil
Prinsip keadilan diperhitungkan dengan matang untuk menentukannilai pertanggungan dan premi yang harus ditanggung oleh pemegang polis secara periodik dengan memperhatikan secara cermat faktor-faktor yang berpengaruh besar dalam asuransi tersebut. Untuk mendapatkan nilai pertanggungan, pihak penanggung sudah membuat kalkulasi yang tidak merugikan kedua belah pihak. Semakin besar nilai pertangguangan, semakin besar pula premi periodik yang harus dibayar oleh tertanggung.
3.    Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit.
4.    Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan
Premi yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama dengan tabungan. Pihak penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi yang dibayarkan dan juga bonus (sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak).
5.    Alat penyebaran risiko
Risiko yang seharusnya ditanggung oleh tertanggung ikut dibebankan juga pada penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai pertanggungan.
6.    Membantu meningkatkan kegiatan usaha
Investasi yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan risikokerugian yang bisa diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakaan, dan lain-lain).

D.      Sifat Asuransi
Asuransi atau pertanggungan di Indonesia sebenarnya berasal dari hukum Berat, baik dalam pengertian maupun adlam bentuknya. Asuransi sebagai bentuk hukum di Indonesia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mempunyai beberapa sifat sebagai berikut: (W irjono Projodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia jakarta, Inter Masa, 1994, halaman 10)    
a)      Sifat Perjanjian
Semua asuransi berupa perjanjian tertentu (Boyzondere Over Komst), yaitu suatu pemufakatan antaar dua pihak atau lebih dengan maksud akan mencapai suatu tujuan, dimana seorang atau lebih berjanji terhAdap seorang lain atau lebih (pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). 

b)      Sifat timbal balik (Weder Kerige)
Persetujuan asuransi atau pertanggungan merupakan suatu persetujuan timbal balik (Weder Kerige Overeen Komst), yang berarti bahwa masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain. 
Pihak terjamin berjanji akan membayar uang premi, pihak penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang (uang asuransi) kepada pihak terjamin, apabila suatu peristiwa tertentu terjadi.

c)      Sifat Konsensual 
Persetujuan asuransi atau pertangungan merupakan suatu persetujuan yang bersifat konsensual, yaitu sudah dianggap terbentuk dengan adanya kata sepakat antara kedua belah pihak (pasal 251 KURD). 

d)     Sifat Perkumpulan
Jenis asuransi yang bersifat perkumpulan (Vereeninging ) adalah asuransi saling menjamin yang terbentuk diantara para terjamin selaku anggota. Asuransi seperti ini disebutkan dalam pasal 286 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa asuransi itu takluk pada persetujuannya dan peraturannya. 

Perkumpulan asuransi diatur dalam Pasal 1635, 1654 dan 1655 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yang dapat disimpulkan bahwa perkumpulan asuransi saling menjamin merupakan “Zadelijk Lichaam” yang artiny asuransi dalam masyarakat dapat bertindak selaku orang dan dapat mengadakan segala perhubungan hukum dengan orang lain secara sah. 

Perkumpulan asuransi dapat bertindak kedalam dan keluar, yaitu kedalam jdapat mengadakan persetujuan asuransi dengan para anggota selaku terjamin, dan keluar dengan perbuatan hukum lainnya, persetujuan ini takluk pada  ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), baik dengan anggota sendiri maupun dengan orang lain. 

e)      Sifat Perusahaan
Asuransi yang mengatur sifat perusahaan adalah asuransi secara premi dimana diadakan antara pihak penjamin dan pihak terjamin, tanpa ikatan  hukum diantara terjamin dengan orang lain yang juga menjadi pihak terjamin terhadap si penjamin. 
Dalam hal ini pihak penjamin biasanya bukan seorang individu, melainkan suatu badan yang bersifat perusahaan, yang memperhitungkan untung rugi dalam tindakannya.

E.       Risiko dan Ketidakpastian
Secara umum, risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian. Risiko dalam industri perasuransian diartikan sebagai ketidakpastian dari kerugian finansial atau kemungkinan terjadinya kerugian. Berikut ini adalah jenis-jenis risiko:
1.    Risiko murni
Adalah risiko yang apabila benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan apabila tidak terjadi, tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan.
2.    Risiko spekulatif
Adalah risiko yang berkaitang dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dam kemungkinan untuk mendapat kerugian.
3.    Risiko individu
Adalah risiko yang kemungkinan dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Risiko individu ini masih dipilah menjadi 3 jenis :
a.    Risiko pribadi (personal risk)
Adalah risiko yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat ekonomi. Atau dengan kata lain risiko ini berfungsi untuk menanggung dirinya sendiri atau orang yang ia asuransikan.
b.    Risiko harta (property risk)
Adalah risiko yang ditanggungkan atas harta yang dimilikinya rusak, hilang atau dicuri. Dengan kerusakan atau kehilangan tersebut, pemilik akan kehilangan kesempatan ekonomi yang diperoleh dari harta yang dimilikinya.
c.    Risiko tanggung gugat (liability risk)
Risiko yang mungkin kita alami atau derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya pihak lain. Misalkan, pemberian asuransi oleh mandor bangunan kepada para pekerjanya.
Risiko yang dihadapi perlu ditangani dengan baik untuk mempertimbangkan kehidupan perekonomian di masa mendatang. Dalam menangani risiko tersebut minimal ada lima cara yang dapat dilakukan, antara lain:

1.    Menghindari risiko (risk avoidance)
Dapat dilaksanakan dengan cara mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul sebelum kita melakukan aktivitas-aktivitas. Setelah mengetahui risiko yang mungkin timbul kit bisa menetukan apakah aktivitas tersebut bisa kita lanjutkan atau kita hentikan.
2.    Mengurangi risiko (risk reduction)
Tindakan ini hanya bersifat meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi.
3.    Menahan risiko (risk retention)
Berarti kita tidak melakukan aktivitas apa-apa terhadap risiko tersebut. Risiko tersebut dapat ditahan karena secara ekonomis biasanya melibatkan jumlah yang kecil. Bahkan kadang-kadang orang tidak sadar akan usaha menahan risiko ini.
4.    Membagi risiko (risk sharing)
Tindakan ini melibatkan orang lain untuk sama-sama menghadapi risiko.
5.    Mentransfer risiko (risk transferring)
Berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain yang bersedia serta mampu memikul beban risiko.

F.       Prinsip Asuransi
1.    Insurable interest (kepentingan yang dipertanggungkan)
Pada prinsipnya merupakan hak berdasarkan hukum untuk mempertanggungkan suatu risiko yang berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah secara hukum antara tertanggung dengan sesuatu yang dipertanggungkan. Syarat yang perlu dipenuhi agar memenuhi kriteria insurable interest:
a.    Kerugiaan tidak dapat diperkirakan. Risiko yang bisa diasuransikan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian. Kemungkian tersebut tidak dapat diperkirakan terjadinya.
b.    Kewajaran. Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi adalah benda atau harta yang memiliki nilai material baik bagi tertanggung maupun bagi penanggung.
c.    Catastrophic. Risiko yang mungkin terjadi haruslah tidak akan menimbulkan suaatu kemungkinan rugi yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan kemungkinan akan mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan.
d.   Homogen. Untuk memenuhi syarat dapat diasuransikan, barang atau harta yang akan dipertanggungkan harus homogen, yang berarti banyak barang yang serupa atau sejenis.
2.    Utmost Good Faith (itikad baik)
Dalam melakukan kontrak asuransi, kedua belah pihak dilandasi oleh itikad baik. Antar pihak tertanggung dan penanggung harus saling mengungkapkan keterbukaan. Kewajiban dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan fakta disebut duty of disclosure.
3.    Indemnity
Konsep indemnity adalah mekanisme penanggung untuk mengompensasi risiko yang menimpa tertanggung dengan ganti rugi finansial. Konsep ini tidak dapat mengganti nyawa yang hilang atau anggota tubuh yang rusak atau cacat karena indemnity berkaitan dengan ganti rugi finansial.
4.    Proximate Cause
Adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu persitiwa secara berantai atau berurutan tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independent.
5.    Subrogation
Pada prinsipnya merupakan hak penanggung yang telah memberikan ganti rugi kepada tertanggung untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.
6.    Contribution
Bahwa penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung yang lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada seorang tertanggung meskipun jumlah tanggungan masing-masing belum tentu sama besar.

G.      Polis Asuransi
Polis asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian asuransi. Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara edua belah pihak mendapatkan kekuatan secara hukum. Polis asuransi memuat hal-hal sebagai berikut:
1.    Nomor polis
2.    Nama dan alamat tertanggung
3.    Uraian risiko
4.    Jumlah pertanggungan
5.    Jangka waktu pertanggungan
6.    Besar premi, bea materai, dan lain-lain
7.    Bahaya-bahaya yang dijaminkan
8.    Khusus untuk polis pertanggungan kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polisi, nomor rangka, dan nomor mesin kendaraan.

H.      Premi Asuransi
Premi asuransi adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak penanggung yang berupa pembayaran uang dalam jumlah tertentu secara periodik. Jumlah premi tergantung pada faktor-faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya tingkaat risiko dan jumlah nilai pertanggungan. Jangka waktu pembayaran premi sangat tergantung pada perjanjian yang sudah dituangkan dalam polis asuransi.

I.         Penggolongan Asuransi
1.    Menurut Sifat Pelaksanaannya
a.    Asuransi sukarela
Pada prinsipnya pertanggungan dilakukan dengan cara sukarela, dan semata-mata dilakukan atas kesadaran seseorang akan kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas sesuatu yang dipertanggungkan.
b.    Asuransi wajib
Merupakan asuransi yang sifatnya wajib dilakukan oleh pihak-pihak terkait yang pelakasanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah.
2.    Menurut Jenis Usaha Perasuransian
Menurut UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian jenis usaha perasuransian dibagi menjadi beberapa jenis :
a.    Usaha Asuransi
1)   Asuransi kerugian
Yaitu usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dn tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yag tidak pasti. Usaha asuransi kerugian ini dapat dipilah sebagai berikut:
a)    Asuransi kebakaran adalah asuransi yang menutup risiko kebakaran.
b)   Asuransi pengangkutan adalah asuransi pengangkutan penanggung atau perusahaan asuransi akan menjamin kerugian yang dialami tertanggung akibat  terjadinya kehilangan atau kerusakan saat pelayaran.
c)    Asuransi aneka adalah jenis asuransi kerugian yang tidak dapat digolongkan kedala kedua asuransi diatas, missal : asuransi kendaraan bermotor, asuransi kecelakaan diri, dan lain sebagainya.
2)   Asuransi jiwa (life insurance)
Adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan. Asuransi jiwa memberikan:
a)    Dukungan bagi pihak yang selamat dari suatu kecelakaan.
b)   Santunan bagi tertanggung yang meninggal
c)    Bantuan untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh meninggalnya orang kunci
d)   Penghimpunan dana untuk persiapan pension
Ruang lingkup usaha asuransi jiwa dapat digolongkan menjadi 3, yaitu :
a)    Asuransi jiwa biasa (ordinary life insurance)
Biasanya polis asuransi jiwa ini diterbitkan dalam suatu nilai tertentu dengan premi yang dibayar secara periodik (bulanan, triwulanan, semesteran, dan tahunan).
b)   Asuransi jiwa kelompok (group life insurance)
Asuransi jiwa ini biasanya dikeluarkan tanpa ada pemeriksaan medis atas suatu kelompok orang di bawah satu polis induk di mana masing-masing anggota kelompok menerima sertifikat partisipasi.
c)    Asuransi jiwa industrial (industrial life insurance)
Dalam jenis asuransi ini dibuat dengan jumlah nominal tertentu. Premi umumnya dibayar mingguan yang dibayarkan di rumah pemilik polis kepada agen yang disebut debit agent.
3)   Reasuransi (reinsurance)
Adalah pertanggungan ulang atau pertanggungan yang dipertanggungkan atau asuransi dari asuransi. Reasuransi adalah suatu system penyebaran risiko dimana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung yang lain. Penyebaran risiko tersebut dapat dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu koasuransi dan reasuransi. Koasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan secara bersama atas suatu objek asuransi. Sedangkan reasuransi adalah proses untuk untuk mengasuransikan kembali pertanggung jawaban pada pihak tertanggung. Fungsi reasuransi adalah :
a)    Meningkatkan kapasitas akseptasi.
b)   Alat penyebaran risiko.
c)    Meningkatkan stabilitas usaha.
d)   Meningkatkan kepercayaan.
Mekanisme untuk reasuransi antara lain:
a)    Treaty dan facultative reinsurance
Dalam model ini, reasuradur memberikan sejumlah pertanggungan yang diinginkan dengan perjanjian kontrak dan reasuradur harus menerima jumlah yang ditawarkan.
b)   Reasuransi proporsional
Pembagian risiko antara ceding company dengan reasuradur dilakukan secara proporsional berdasarkan jumlah retensi yang telah ditetapkan. Retensi adalah jumlah maksimum risiko yang ditahan atau ditanggung oleh ceding company.
c)    Reasuransi nonproporsional
Bentuk ini memberikan kemungkinan bagi reasuradur untuk tidak membayar klaim atau membayar klaim terbatas jumlah yang ada di treaty. Treaty dalam mekanisme reasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang dituangkan dalam suatu perjanjian antara ceding company dan reasuradur yang mana reasuradur mengikatkan diri untuk menerima setiap penutupan yang diberikan oleh ceding company.
b.    Usaha Penunjang
1)   Pialang asuransi adalah usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2)   Pialang reasuransi adalah usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penetapan reasuransi dan penanganan ganti rugi reasuransi dewan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
3)   Penilai kerugian asuransi adalah usaha yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.
4)   Konsultan aktuaria adalah usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria.
5)   Agen asuransi adalah pihak yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
3.    Menurut The Chartered Insurance Institute London
a.       Asuransi kerugian (property insurance)
Merupakan pertanggungan untuk semua milik yang berupa harta benda yang memiliki risiko. Jenisnya ada :
1)      Asuransi kebakaran (fire insurance)
2)      Asuransi pengangkutan (marine insurance)
3)      Asuransi penerbangan (flight insurance)
4)      Asuransi kecelakaan (accident insurance)
b.      Asuransi tanggung gugat (liability insurance)
Adalah asuransi untuk melindungi tertanggung terhadap kerugian yang timbul dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian tertanggung.
c.       Asuransi jiwa (life insurance)
Asuransi jiwa terdiri atas :
1)      Asuransi kecelakaan
2)      Asuransi jiwa
3)      Anuitas
4)      Asuransi industri
d.      Asuransi kerugian (general insurance)
e.       Reasuransi (reinsurance)

J.        Pengaturan Perasuransian di Indonesia
Berikut merupakan peraturan perundangan yang digunakan sebagai dasar acuan pembinaan dan pengawasan atas usaha perasuransian di Indonesia saat ini :
1.    UU no.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian
2.    PP no.73 tahun 1002 tentang usaha perasuransian
3.    Keputusan menteri keuangan, antara lain:
a.    Nomor 223/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi
b.    No.224/KNE.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi
c.    No.225/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asurasni dan Reasuransi
d.   No.226/CMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi

K.      Perizinan Pendirian Perusahaan Asuransi
Pemberian izin oleh Menteri Keuangan bagi perusahaan perasuransian menurut PP Nomor 73 Tahun 1992 dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
1.    Persetujuan Prinsip
Adalah persetujuan yang diberikan untuk melakukan persiapan pendirian suatu perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian, dimana batas waktu persetujuan prinsip dibatasi selama-lamanya satu tahun.
2.    Izin usaha
Adalah izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah perisiapan pendirian selesai, dimana izin usaha diberikan setelah persyaratan izin usaha telah dipenuhi.



L.       Asuransi Kredit
Asuransi kredit mempunyai kaitan erat dengan jasa perbankan terutama di bidang perkreditan yang selalu dikaitkan dengan jaminan kredit berupa barang bergerak dan tidak bergerak yang sewaktu-waktu dapat tertimpa risiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang dan  bank sebagai pemberi kredit.
Kredit adalah pinjaman uang yang diberikan oleh pemberi kepada nasabahnya. Untuk melindungi diri dari kemungkinan nasabah yang tidak dapat mengembalikan kredit, pemberi kredit menutup asuransi atas kredit tersebut. Dalam asuransi kredit, yang menjadi pihak tertanggung adalah pemberi kredit (bank dan/atau lembaga keuangan) dan yang ditanggung oleh penanggung adalah risiko kredit di mana tidak diperolehnya kembali kredit kepada para nasabahnya (yang umumnya terdiri atas para pengusaha). Asuransi kredit bertujuan :
1.    Melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang diberikan kepada para nasabahnya.
2.    Membantu kegiatan, pengarahan, dan keamanan perkreditan baik kredit perbankan maupun kredit lainnya diluar perbankan.
Dengan adanya asuransi kredit ini bank terdorong untuk lebih giat membantu para nasabahnya dalam menyediakan modal untuk mengembangkan usahanya. Pengelolaan asuransi kredit di Indonesia dipercayakan oleh pemerintah kepada PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) yang berkantor pusat di Jakarta, di mana yang menjadi tertanggung adalah bank-bank pemerintah, bank-bank swasta, dan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Sebagai imbalan atas jaminan yang diberikan oleh PT Askrindo, bank membayar premi atas kredit yang ditanggung. Premi tersebut menjadi beban bank, tetapi dalam praktik, ada juga bank yang membebankan premi tersebut kepada nasabahnya yang memperoleh kredit. Walaupun begitu, yang menjadi tertanggung bukan nasabahnya, tetapi bank pemberi kredit.

M.     Pengertian Asuransi Syariah
Definisi asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko/ bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan/ anggota/ peserta mendonasikan/ menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan/ anggota/ peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta investasi dari dana-dana/ kontribusi yang diterima/ dilimpahkan kepada perusahaan.
Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya : "Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan"

N.      Dasar Hukum Islam terkait Asuransi Syariah
1.    Surat Yusuf :43-49 “Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan.
2.    Surat Al-Baqarah :188 Firman Allah “...dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188)
3.    Al Hasyr:18 Artinya :”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan”.

O.      Prinsip Asuransi Syariah
1.    Dibangun atas dasar kerjasama (taawun).
2.    Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
3.    Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peritiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
4.    Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah.
5.    Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan oleh jamaah.
6.    Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.

P.       Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah
Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk yaitu pemindahan risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/ penanggung sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung. Sebagai konsekuensi maka kepemilikan dana pun berpindah, dana peserta menjadi milik perusahaan ausransi.
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.    Akad (Perjanjian)
Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus jelas secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi sangat menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful).
Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-saving).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang ulama salaf ternama dalam kitabnya "Majmu Fatwa" menyatakan bahwa akad dalam Islam dibangun atas dasar mewujudkan keadilan dan menjauhkan penganiayaan. Harta seorang muslim yang lain tidak halal, kecuali dipindahkan haknya kepada yang disukainya. Keadilan dapat diketahui dengan akalnya, seperti pembeli wajib menyatakan harganya dan penjual menyerahkan barang jualannya kepada pembeli. Dilarang menipu, berkhianat, dan jika berhutang harus dilunasi. Jika kita mengadakan suatu perjanjian dalam suatu transaksi bisnis secara tidak tunai maka kita wajib melakukan hal-hal berikut: I% Menuliskan bentuk perjanjian (seperti adanya SP dan polis). I% Bentuk perjanjian harus jelas dimengerti oleh pihak-pihak yang bertransaksi (akad tadabuli atau akad takafuli). I% Adanya saksi dari kedua belah pihak. I% Para saksi harus cakap dan bersedia secara hukum jika suatu saat diminta kewajibannya. (Penulis simpulkan dari firman Allah SWT, surat al-Baqarah ayat 282).
2.    Gharar (Ketidakjelasan) 
Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.
Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.
Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.
Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi (transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi milik perusahaan.  
3.    Tabarru dan Tabungan
Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta untuk saling menolong.
Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat dianjurkan dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di hadapan Allah, sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,"Barang siapa memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya."(HR Bukhari Muslim dan Abu Daud).
Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta secara penuh.
4.    Maisir (Judi) 
Allah SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 90,"Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan."
Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
5.    Riba
Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.
Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 130,"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan." Hadist, "Rasulullah mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama."(HR Muslim)
6.    Dana Hangus 
Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.
Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan dirugikan).
Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.
7.    Konsep Taawun Dalam Asuransi Syariah
Sebagian para ahli syariah meyamakan sistem asuransi syariah dengan sistem aqilah pada zaman Rasulullah SAW. Dr. Satria Effendi M.Zein dalam makalahnya mendefinisikan takaful dengan at takmin, at taawun atau at takaful (asuransi bersifat tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan terjadi kesepakatan dari anggota untuk bersama -sama memikul suatu kerugian atau penderitaan yang mungkin terjadi pada anggotanya. Untuk kepentingan itu masing-masing anggota membayar iuran berkala (premi). Dana yang terkumpul akan terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan di atas, bukan untuk kepentingan badan pengelola (asuransi syariah). Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Disini sifat yang paling menonjol adalah tolong-menolong seperti yang diajarkan Islam.
8.    Dewan Pengawas Syariah 
Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional (DSN), baik dari segi operasional perusahaan, investasi maupun SDM. Kedudukan DPS dalam struktur organisasi perusahaan setara dengan dewan komisaris.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Menurut UU no.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkn diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Pada dasarnya, asuransi dapat memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara lain dapat memberikan rasa aman dan perlindungan, sebagai pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil, polis asuransi dapat dijadikan jaminan untuk memperoleh kredit, sebagai tabungan dan sumber pendapatan, sebagai alat penyebaran risiko, serta dapat membantu meningkatkan kegiatan usaha.
Seiring perkembangan program syariah di berbagai lembaga keuangan, dalam usaha perasuransian pun juga terdapat asuransi syariah. Asuransi syariah merupakan sebuah sistem dimana para partisipan/ anggota/ peserta mendonasikan/ menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan/ anggota/ peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta investasi dari dana-dana/ kontribusi yang diterima/ dilimpahkan kepada perusahaan.

B.       Saran
1.      Sebaiknya masyarakat mengikuti program asuransi, karena program ini memiliki banyak manfaat bagi pihak tertanggung, seperti yang telah kami uraikan dalam materi makalah ini.
2.      Bagi masyarakat muslim, asuransi syariah dapat dijadikan alternatif pilihan proteksi yang menawarkan program asuransi sesuai syariat Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.